Halo kawan pembaca froteast. Ini adalah pengumuman kalau kamu sudah pindah ke froteast.com
Untuk Cespen, Sajak, dan tulisan lainnya dari Abelorzeck kalian bisa buka
kami pindah untuk membuat pengalaman membaca yang lebih baik lagi.
Terima kasih
21 Sabtu Mar 2020
Posted Uncategorized
inHalo kawan pembaca froteast. Ini adalah pengumuman kalau kamu sudah pindah ke froteast.com
Untuk Cespen, Sajak, dan tulisan lainnya dari Abelorzeck kalian bisa buka
kami pindah untuk membuat pengalaman membaca yang lebih baik lagi.
Terima kasih
29 Rabu Nov 2017
Posted Uncategorized
inTag
bacaan, Bajo Pulo, Bima, Cerita Perjalanan, Ekspedisi Nusantara Jaya, Ekspedisi Nusantara Jaya 2017, ENJ 2017, ENJ BAJO PULO, ENJ BIMA, ENJ SEKBER KPA 2017, Indonesia, Mengapa Bima Terlewat?, NTB, Nusa Tenggara Barat, Pulau Komodo, Wisata Bima
Hamparan pasir putih dan laut biru bersanding dengan serakan sampah yang tersebar di sepanjang pesisir pantai dusun Pasir Putih, Bajo Pulo. Dengan sampah plastik sebanyak ini beberapa teman kami di tim ENJ 2017 SEKBER KPA membuat lelucon, ‘jika pengelola sampah di pulau Jawa datang ke pulau ini, mereka akan mendadak kaya!’.
Hal ini bukan semata-mata bentuk ejekan terhadap sampah yang masih dianggap sesuatu yang wajar di Bajo Pulo, namun juga bagaimana solusi dari perkara sampah ini masih mengambang di permukaan, seperti; Setelah dikumpulkan, apa yang mesti dilakukan terhadap sampah-sampah ini? Di mana sampah ini di buang? Bagaimana cara memanfaatkan dan mengelolanya?
Observasi yang tim lakukan sejak hari pertama memang sudah mengarah pada soal sampah yang dibiarkan tersebut, karena sampah adalah salah satu dari masalah yang menghambat keindahan pulau dan pantai di Bajo Pulo ini terekspose, padahal tempat ini memiliki potensi pariwisata yang menarik.
Bajo Pulo terletak di sebelah Timur pelabuhan Sape, sekitar 15 menit menggunakan perahu motor. Desa Bajo Pulo memiliki tiga dusun, yaitu: Dusun Bajo Barat, Dusun Bajo Tengah dan Dusun Pasir Putih. Tim kami sendiri menempati rumah Pak Burhan (Bendahara Desa, pen) yang berada di tengah-tengah antara Dusun Bajo Barat dan Bajo Tengah serta berseberangan langsung dengan kantor Desa Bajo Pulo.
Rumah yang kami tempati memiliki pemandangan yang menarik. Jika kita melihat ke arah barat daya atau tepatnya di belakang rumah, kita sudah dapat melihat permukaan laut yang berjarak kira-kira hanya 20 meter saja, dengan sudut kemiringan -55° dan sangat terjal di 3 meter terakhir. Rumah itu memiliki titik koordinat: 08° 57′ 55″ LS 119° 03′ 47″ BT.
Kontras dengan air laut yang sangat mudah didapat hingga ibaratnya kita dapat memperoleh langsung dengan menggelindingkan diri ke laut. Pulau ini tak memiliki sumber air tawar hingga penduduknya harus membeli air tawar yang dikirim dari Sape. Harga satu tandon 1000 liter air yang biasa dipakai satu rumah tangga sama dengan seratus ribu rupiah, dan diangkut dengan kapal seminggu sekali ke Bajo Pulo.
Kepala Desa Bajo Pulo, Bambang H. Ahmad pun membenarkan bahwa salah satu masalah di Bajo Pulo adalah air tawar yang sulit didapat, slang yang ada dan tersambung dari Sape tidak pernah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan penduduk di Bajo Pulo. Kami pernah bertanya, apa di pulau ini tidak ada titik air untuk pemasangan pompa? Menurut Pak Burhan, “Titik air ada, tapi untuk mengebor memerlukan alat dan mata bor yang mahal”, karena kontur pulau yang sebagian besarnya berupa batuan keras. Bahkan pohon sulit untuk tumbuh di pulau ini, hanya beberapa varietas tanaman saja yang dapat kita jumpai di Bajo Pulo, hingga kambing yang merupakan hewan ternak (di Bima dan sekitarnya, hewan ternak dibiarkan berkeliaran, pen) pemakan tumbuhan sering terlihat memakan kertas, dus atau kain. “Jika kalian tidak sengaja menjatuhkan uang, kalian akan beradu cepat dengan kambing untuk mengambilnya.” Ujar Pak Bambang sambil tertawa.
“Kenapa dulu moyang kami pindah ke sini! Air susah, kayu susah, listrik juga susah, haha.” Humor sarkasme salah satu penduduk Bajo Pulo itu mungkin bisa jadi merupakan keresahan yang juga dirasakan oleh masyarakat di Bajo Pulo. Dusun Bajo Barat dan Dusun Bajo Tengah hanya bisa menikmati listrik dari mulai pukul 18.00 WITA sampai dengan 06.00 WITA, namun aliran listrik dari mesin diesel ini tidak sampai ke dusun Pasir Putih. Kendala jarak menjadi penyebab hal itu.
Dusun Pasir Putih memang seperti desa yang terpisah dengan Dusun Bajo Barat dan Bajo Tengah. Kita harus menggunakan perahu motor sekitar 5 – 10 menit untuk sampai di Dusun Pasir Putih. Meski hanya memiliki satu dusun, area di Dusun Pasir Putih ini lebih luas serta memiliki jenis tanaman yang beragam dari dua dusun lainnya.
Ketika kami melihat ke Dusun Pasir Putih, di sana sedianya ada beberapa keluarga yang mampu untuk memenuhi kebutuhan listriknya, mengeluarkan sendiri biaya dengan membeli alat konversi tenaga surya. Namun, sebagian penduduk yang rumah tangganya tidak memiliki sumber tenaga listrik berharap di dusun mereka mendapat aliran listrik paling tidak seperti di Dusun Bajo Barat dan Bajo Tengah.
Setelah observasi di hari pertama, esoknya sebagian dari tim berkunjung sekaligus izin pelaksanaan kegiatan ke kantor Bupati Bima. Kami disambut oleh asisten satu yang menjelaskan bahwa Bupati dan Wakil Bupati tak bisa menemui kami karena mereka baru pulang dari acara di Mataram. Dan pertanyaan pertama yang diajukan oleh Pak Qurban (Asisten 1 Bupati Bima, pen). “Bagaimana, apa kalian aman?”
Kami memulai perbincangan mengenai program bidang pendidikan, kesehatan dan lingkungan yang akan tim jalankan di Bajo Pulo, lalu tentang evaluasi yang kami simpulkan setelah pengamatan yang dilakukan pada hari sebelumnya. Saat kami berkata bahwa Bajo Pulo adalah tempat yang bagus, Pak Qurban mengeluarkan pernyataan yang cukup menarik. “Mengapa Bima terlewat dari destinasi wisata? Banyak wisatawan tidak memperhitungkan Bima sebagai tujuan ekskursi mereka. Ini masalah keamanan!”
Asisten 1 Bupati Bima, H. M. Qurban SH. bercerita bahwa orang Bima kerap menyelesaikan masalah dengan perkelahian bahkan perang antar wilayah. Dan mengapa pada awal perjumpaan kami, dia bertanya apakah tim dalam keadaan baik dan aman, itu karena di Pelabuhan Bima tempat kami turun dari K.M AWU sering ada laporan masalah keamanan, dan notabene hal ini juga menjadi penghambat majunya pariwisata di Bima.
Jika kita cermati wilayah-wilayah seperti Pulau Bali, Pulau Lombok, Pulau Komodo, Labuhan Bajo di Flores, belum lagi bila terus ke Timur seumpama ke Atambua bahkan ke Raja Ampat di Papua. Indonesia memiliki banyak destinasi wisata yang unik dan menarik terlebih laut serta pantainya. Namun di banyak lokasi, sarana dan prasarana belum memadai (kecuali objek wisata itu sudah sangat terkenal dan mendunia, pen), terutama di Bima dan lebih khusus lagi Bajo Pulo tempat kami melihat hal tersebut lebih dekat.
Sebagai tim Ekspedisi Nusantara Jaya 2017 yang memiliki slogan ‘Bersama Membangun Negeri’, berat rasanya mewujudkan hal tersebut walau sedikit saja. Ditambah jadwal transportasi laut yang tidak ada setiap waktu hingga kami harus tetap menyesuaikan agenda kapal yang membawa pulang dan program kerja agar berjalan baik. Kami merasa banyak kekurangan di sana-sini. Akan tetapi, kami telah berusaha menyampaikan kepada masyarakat di Bajo Pulo tentang apa yang mesti kami sampaikan, pun demikian kepada pemerintah daerah atau pada pemerintah pusat lewat laporan-laporan kami atas berbagai soal di Bajo Pulo. Dan saat itu, terpikir ada hal lain juga yang perlu kami lakukan, yaitu, mencoba sendiri wisata jalur laut.
Ketika kita melihat lajur, setelah Pulau Jawa deretan pulau itu adalah Bali, Lombok, Sumbawa (termasuk Kota Bima dan Bajo Pulo, pulau yang merupakan Kecamatan Sape, pen), Pulau Komodo, lalu Labuhan Bajo yang berada di kawasan Kepulauan Flores. Namun tak seperti transportasi laut ke Bali, lombok, Komodo dan Labuhan Bajo. Angkutan laut ke atau dari Bima sangat terbatas, jeda satu kapal mesin yang melintas pelabuhan Bima bisa berminggu-minggu sedangkan jumlahnya sangat sedikit. Belum lagi ketika kita bandingkan kapal dengan rute Lombok langsung ke Labuhan Bajo dan dari sana kapal feri yang mengangkut ke Pulau Komodo sangatlah intens, ini barangkali yang menyebabkan Bima serta pelabuhan-pelabuhannya terasa terlewatkan. Sebetulnya kita tak bisa serta-merta menyalahkan keadaan tersebut, seperti yang telah dibahas sebelumnya, banyak hal yang mesti dibenahi terlebih dulu karena bagaimanapun tingkat permintaan penumpang wisata baik itu domestik atau luar negeri mempengaruhi rute dan intensitas kapal. Tapi, sebelum menghendaki berbagai hal mengenai fasilitas dan sebagainya, kami merasa perlu untuk mengetahui serta memperoleh sendiri gambaran jalur dari Pelabuhan Sape ke Pulau Komodo, akhirnya kami menguji dengan menggunakan kapal motor.
Nelayan di Bajo Pulo berkata bahwa saat mereka berlayar, dalam menentukan arah mereka hanya mengandalkan gugusan pulau dan bintang sebagai petunjuk. Ini terbukti saat perjalanan kami. Sore itu kami telah berkemas untuk perjalanan rute wisata ke Pulau Komodo. Selepas magrib kami langsung menuju dermaga Bajo Pulo untuk menaiki perahu Pak Aji Jamal yang sudah menunggu. Kapal motor itu hanya dua kali lebih besar dari pada kapal yang biasa membawa kami menyeberang dari pelabuhan Sape ke Bajo Pulo atau ke Dusun Pasir Putih, barangkali perbedaan lainnya hanya terletak dari kelengkapan kapal yang memiliki perahu sampan (kapasitas maksimal 4 orang, pen) untuk keadaan darurat dan dek tambahan tempat menyimpan barang. Satu lagi perbedaan mencolok terletak di kemudi kapal, jika perahu motor biasa menggunakan setang atau batang besi yang tersambung dengan mesin di belakang perahu, kali ini kemudi kapalnya seperti setir mobil, jadi rasanya dibanding disebut kapal motor, perahu seperti ini lebih cocok dipanggil kapal mobil.
“Tolong matikan senternya!” Kapten kapal Pak Aji Jamal berteriak dari balik kemudi. Begitu diperhatikan lebih seksama, memang cahaya dari lampu senter malah mempengaruhi jarak pandang untuk melihat gugusan pulau dan pulau tujuan kami di perairan Selat Sape itu. Meski telah malam, alam memiliki pendar cahayanya sendiri.
Malam itu kami berlayar selama 3 jam, semakin lama gelombang laut semakin kuat. Lalu, kami bersandar di teluk sebuah pulau yang tenang dan beristirahat (ada juga yang masak atau memancing dan malah dapat ular laut, pen). Menurut ABK kapal, sebetulnya jarak tempuh dari Pelabuhan Sape sampai ke Pulau Komodo itu sekitar 6 jam saja, namun kami dan kru kapal sepakat untuk tidak mengambil resiko berlayar di malam hari dengan gelombang yang mulai besar, menurut mereka Selat Sape adalah salah satu perairan dengan arus yang ganas. Keesokan paginya kami melanjutkan perjalanan dengan lancar ke Pulau Komodo dan Pulau Pandar. Setelah seharian menikmati wisata di pulau-pulau tersebut, senja itu juga kami berlayar kembali ke Pelabuhan Sape. Melihat mentari yang terbenam di balik pulau dari atas perahu. Meniti lagi jalan pulang.
Pagi di hari berikutnya, kami sudah menginjakan kaki di dermaga Pelabuhan Sape (sama seperti keberangkatan, kami beristirahat lagi di teluk sebuah pulau waktu berlayar pulang, pen). Setelah kembali dengan selamat, kami teringat bocah yang selalu berada di haluan selama laut tak terlalu ganas. Dia sering menjelaskan hal-hal yang tidak kami ketahui, seperti: Selama berlayar kaki jangan di keluarkan dari perahu; Jangan melihat ke belakang. Itu Pemali! Jika dipikir secara logis, itu bisa berarti: Awas nanti ada binatang yang menerjang atau memakan atau gelombang yang menghantam dan kamu jatuh dari perahu; Lihat ke depan! Bisa saja ada ombak besar atau batu karang yang tersembul ke permukaan. Selain itu, pernah juga dia menerangkan tentang permukaan laut yang terlihat tenang, namun perahu seakan terombang-ambing di situ. Pertemuan gelombang- gelombang yang memantul balik dari pulau-pulau sekitar membuat beberapa tempat di perairan itu seakan tenang. Anak itu berkata, “arus dalamnya kuat, walau kelihatannya tenang.”
Dengan pengetahuan yang terus bertambah, keahlian yang selalu diasah, mengerti alam seakan itu sahabat serta pemilihan waktu berlayar yang tepat. Kami rasa jalur Pelabuhan Sape ke Pulau Komodo bisa dikatakan aman (bukan berarti selalu tenang dan tak ada gelombang tinggi, selama tetap aman pelayaran bisa berlanjut, pen). Semoga ke depan ada perbaikan struktur dan infrastruktur di Bima khususnya di Bajo Pulo hingga kita bisa menikmati rentetan panorama indah tanpa terlewat.
18 Rabu Mei 2016
Posted Uncategorized
inTag
abel or zeck, Artikel, Freedom Palestine, from east to east, FROTEAST, Hari Nakba, Hitler, israel, Mustafa kemal atatruk, Nazi, opini, palestina
Ketika membuat kaos Palestine 2009, kawanku membuat tulisan di balik baju itu. ‘Gaza City, Palestine. Dec 2008 – Jan 2009. In Memoriam Of Over Than 1,300 Moslems Massacred By Israel’s Troops. Most Of Them Are Woman and Children. But, Their Spirits Will Never Die!’ Mengenang satu dari sekian banyak pembantaian oleh Israel pada Palestina.
Memang, awal mula penjajahan Bangsa Yahudi terhadap Palestina tidak lepas dari Deklarasi Balfour 1917 yang diajukan negarawan Inggris, Arthur Balfour. Mendirikan Negara bagi Bangsa Yahudi di ‘Tanah Yang Dijanjikan’. Setelah itu berturut-turut migrasi dan pembantaian dilakukan pada orang-orang Palestina, hingga akhirnya Negara Israel didirikan pada 15 Mei 1948. Namun, banyak peristiwa yang seperti tidak saling terkait tapi berkelindan menghubungkan hingga terjadi Hari Nakba bagi warga Palestina tersebut.
3 Maret 1924 dihapuskannya sistem Khilafah oleh Mustafa Kemal Atatruk, dimana sistem Kekhalifahan Islam ini sendiri sudah bertahan selama 1342 tahun. Mustafa Kemal awalnya adalah ‘pahlawan’ bagi rakyat Turki yang sering dielu-elukan oleh media, hingga dia terpilih menjadi Presiden Republik Turki, atau Presiden pertama ketika sistem pemerintahan Turki menjadi Republik pada tahun 1923 itu. Mulanya dia memang masih mengakui berada di bawah Khalifah, namun 1 tahun berselang dia sendiri yang menghapusnya. Secara logika, walau tidak sama persis, sistem Kekhalifahan itu sedikit mirip dengan Vatikan di Roma. Dia menjadi tulang punggung pemersatu Agama, walau pengikutnya berasal dari berbagai daerah, suku bahkan negara yang berbeda. Bisa dibilang, setelah itu Umat Islam resmi tercerai berai.
Dalam bukunya, Hitler’s War. David Irving yang telah berpuluh-puluh tahun meneliti Hitler dan sepak terjangnya di Nazi Jerman. Berpendapat bahwa tanpa disadari, Hitler telah terjebak dalam ‘Konspirasi Besar’ yang direncanakan orang-orang Yahudi. Benar sebetulnya Hitler adalah pembenci Kaum Yahudi yang amat sangat. Menurutnya sistem Jerman dalam pemerintahan, ekonomi dan lain sebagainya rusak oleh orang-orang Yahudi, apalagi Negara Jerman sangat kesulitan akibat Perang Dunia I. Di tengah kesulitan Bangsanya tersebut dia melihat selain kepemilikan bank yang banyak dikuasai orang Yahudi, mereka juga hidup glamor sedangkan orang asli Jerman hidup menderita. Mulailah Hitler sering menyerukan Anti-Yahudi dalam karir politiknya. Saat dia menjadi Kanselir Jerman pada tahun 1933 dengan karir gemilang, banyak desakan tentang apa yang mesti dilakukan terhadap orang-orang Yahudi. Namun Hitler bergeming untuk melakukan hal yang radikal. Kemudian sebuah peristiwa pembunuhan di luar negeri terhadap menteri Jerman oleh orang Yahudi mengubah sikapnya menjadi lebih ekstrim. Lalu dengan berbagai sebab, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Hitler berbuntut migrasi besar-besaran orang Yahudi dari pelbagai wilayah ke Palestina.
Wilayah Palestina dari hari ke hari semakin menyusut. Dengan tahun-tahun yang berdekatan antara peristiwa setelah Deklarasi Balfour, lalu Hari Nakba hingga hari ini. Mengapa sampai saat ini masalah Palestina masih merupakan hal yang pelik, terutama bagi umat Islam? Menurutku ada 3 hal yang menjadi penyebabnya:
1. Umat Islam masih terpecah belah. Kekuatan yang masih minor membuat perjanjian secara telak menguntungkan pihak Israel. Jika kita ingin hasil yang 50 : 50 dalam kerjasama, kita harus mengeluarkan kekuatan yang sama seperti kekuatan yang mereka miliki, atau setidaknya akan mengancam keseimbangan jika kita menolak perjanjian tersebut.
2. Siasat yang cerdik dari Israel. Terlepas dari benar tidaknya teori David Irving tentang konspirasi besar dibalik pembunuhan orang Yahudi pada menteri Jerman yang berbuntut banyaknya Bangsa Yahudi di Palestina. Kita tahu bahwa Israel secara tidak terlihat terus menggerayang sedikit demi sedikit hingga wilayahnya sudah lebih dari 3/4 wilayah yang dulu merupakan milik Palestina. Lalu, Israel memulai pembantaian secara diam-diam sampai menjadi besar dan berkilah, sampai hampir seluruh dunia mengecam kemudian mereka berhenti dan siap berdamai. Begitu lagi secara terus-menerus.
3. Manipulasi kebenaran. ‘Kebenaran adalah kebohongan yang diulang 1000 kali’ pernah kubaca ini dalam sebuah buku. Walau tak sepenuhnya benar, tapi coba bayangkan jika seluruh media massa bergaung dalam satu suara, paradigma kita pun bisa terbalik. Bagaimana bisa satu Bangsa Israel tak lebih kejam dari sekelompok oknum atas nama Islam? Seluruh dunia barangkali sekarang ini sedang membenci Islam segenap hatinya sedangkan hanya beberapa gelintir saja yang membenci Israel dari lubuk hati, apa yang salah? Media, PBB dan banyak faktor yang membuat seakan-akan Israel terlepas dari kejahatan perang.
Jika sekelompok manusia di hutan yang telah tinggal bergenerasi-generasi disana bahkan dari sebelum negara merdeka, tiba-tiba mereka terusir oleh sebuah perusahaan yang mengantongi izin dari negara, siapa yang salah? Jika seorang tamu di rumahmu dan diizinkan tinggal bersamamu tiba-tiba mengusirmu karena dia ternyata dengan berbagai upaya mendapat hak atas rumah dan tanahmu, bagaimana sikapmu? Seperti orang Palestina yang membela kebenaran dan haknya. Lawan!
18 Senin Apr 2016
Posted sajak, Uncategorized
inTag
abel or zeck, Bicara Pada Tuhan, Curhat, from east to east, FROTEAST, opini, puisi, puitis, sajak, Tuhan
Tuhan.. begitu banyak orang yang ingin merubah dunia ini menjadi lebih baik, atau lebih beradab, lebih berbudaya, lebih maju dan kelebihan-kelebihan lain yang bisa dicapainya, barangkali termasuk aku di dalamnya. Namun adakala dunia yang merubahnya menjadi seseorang yang lain, entah semakin baik atau semakin buruk karena hal itu sangat sulit dinilai dari mata seorang manusia.
Tuhan.. ada sebagian manusia yang menganut kebijaksanaan lama mengenai dunia, lebih maju adalah sebuah kesalahan bukan menyeimbangkan, hingga mereka terisolir dari picingan mata-mata manusia lain yang beranggapan bahwa kemajuan adalah keharusan dan kepastian. Entah apa yang benar, karena semua tindakan selalu benar dalam sudut pandang seseorang yang melakukannya. Yang aku tahu, para penganut kebijakan lama mengenai dunia ini semakin mundur, mengalah dari perkelahian terhadap manusia lain yang ingin memiliki sebagian dunia ini. Melepas adalah kebebasan dan memiliki adalah kebebasan merupakan dua hal yang bertentangan dengan tujuan yang sama.
Tuhan.. aku sering menertawakan dunia ini dengan segala tingkah lakunya. Bukankah Engkau yang memberiku cobaan hidup memang bermaksud demikian terhadapku, atau ini hanya diriku sendiri saja? Aku tahu bahwa tidak ada yang mestinya kutertawakan jika melihat dunia yang penuh luka dan sengsara, dan bukan pula telah hilang rasa iba dalam diri ini. Malah UtusanMu mengajarkan bahwa manusia akan selalu menangis jika tahu apa yang ada di dunia ini dan apa yang menantinya kelak. Aku tahu.. aku sangat tahu hal itu, tapi mulutku sendiri yang menyunggingkan senyum dan pikiranku sendiri yang mengatakan bahwa manusia dengan luka dan sengsara dituntut untuk tetap berjuang, untuk tetap berontak, untuk tetap menengadah dan menatap indahnya langit hingga pikirannya sendiri mengatakan, “aku akan masih ikut dalam permainan dunia ini!”
Tuhan.. sebagai hamba aku banyak berhutang padaMu. Hutang yang tak akan terbayar walau aku punya 10 jiwa yang menggantikan jika jiwa yang satu mati dan terus beribadah padaMu. Engkau yang Maha Kaya dan Maha Segalanya tidak membutuhkan hal itu kan? Dan disitu kadang kesalahanku bermula, aku sering beranggapan bahwa segala ibadah yang kulakukan dan apapun yang kukerjakan bukan untuk menyenangkanMu dalam hal apapun. Aku hanya melakukan hal itu sebagai bentuk rasa syukurku atas segala nikmat yang Kau beri. Jujur, aku sering lalai. Rasa syukurku sebagai manusia yang fluktuatif membuatku lebih sering meluapkan egoku atas diri dibanding dengan niatan beribadah dan bersyukur padaMu. Maafkan aku, karena aku tak begitu menyukai kata kewajiban, dan sebagian jiwa yang bebas ini ingin sekali-kali aku menentangnya.
Tuhan.. sebagai jiwa yang memiliki segala hal manusiawi di dalamnya, aku hanya meminta perlindunganMu dari perasaan congkak yang iblis saja sebagai makhluk pertama telah Kau kutuk. Namun aku bukan ingin Engkau menghilangkan ambisi, keinginan, kebebasan, pikiran, hati dan segala yang ada dalam diri ini. Aku hanya memintaMu menunjukan jalan yang terbaik, membimbingku ke arah yang Engkau ridhoi. Aku tahu Engkau lebih dari segalanya, Aku tahu Engkau segalanya, maka berkahilah langkahku dalam menempuh jalan apapun.
16 Sabtu Apr 2016
Posted sajak, Uncategorized
inTuhanku yang Maha Baik…
Aku tahu Engkau tahu dengan pasti penderitaan hatiku ini.
Apa ini yang dinamakan nikmat kesedihan?
Demi Engkau Tuhanku yang Maha Baik, aku tidak menikmatinya sama sekali.
Tuhanku yang Maha Baik…
Apa aku kufur nikmat?
Maafkan aku Tuhan, aku selalu banyak mengeluh…
Tapi pada siapa lagi aku dapat mengadukan kesedihanku ini selain padaMu.
Pada siapa lagi aku berharap tentang kehidupan dunia dan akhiratku selain padaMu.
Siapa lagi yang mampu menampung keluh-kesah, cita, kesedihan, kesenangan dan membalasnya dengan penuh cinta selain itu Engkau.
Tuhanku yang Maha Baik…
Kadang manusia menumpahkan tangisnya…
Bukan karena kesedihannya.
Bukan karena penyesalannya.
Bukan karena keterpurukannya,
Atau segala hal buruk yang menimpanya.
Namun mereka menumpahkan tangisnya karena nikmatMu.
Mensyukuri apa yang mereka terima walau itu seburuk-buruknya takdir yang Engkau limpahkan.
Apa aku mampu menjadi demikian?
Tuhanku yang Maha Baik…
Aku masih berusaha menjadi sebaik-baiknya hambaMu.
Sebaik-baik manusia bagi manusia lain.
Sebaik-baik khalifah bagi makhluk lainnya.
Dan sebaik-baik imam untuk pendampingku kelak.
Tuhanku yang Maha Baik…
Aku bukan RasulMu dan tak mungkin semulia Beliau.
Tapi Engkau menjadikan Beliau ushwatun hasanah bagi kami.
Dan meskipun beliau telah menjadi semulia-mulianya mahkluk serta terjamin masuk surgaMu yang Maha Indah.
Beliau.. Rasul kami mengajarkan kami untuk tak putus asa dari kasih sayangMu dan tetap berdo’a.
Tuhanku yang Maha Baik..
Mudahkanlah, tabahkanlah, lapangkanlah hati kami menerima hal baik dan buruk dalam hidup.
Karena kekasih-Mu pernah bersabda, “…. apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk. Ketahuilah hal tersebut adalah ‘Qolbu’.”
14 Kamis Apr 2016
Posted sajak, Uncategorized
inTag
abel or zeck, Bicara Pada Tuhan, Curhat, from east to east, FROTEAST, puisi, puitis, sajak, Tuhan
Puja-puji, segala kebaikan, segala keberkahan, segala kasih sayang dituturkan kadang dalam ucapan yang tak terwakilkan, karena kita manusia yang penuh keterbatasan.
Tuhan, banyak kata manusia untuk mewakili perasaannya ketika mereka mengeluh, namun sedikit kata yang manusia miliki ketika syukur. Apa menurutMu manusia banyak mengeluh? Aku yakin Engkau pun tidak keberatan untuk setidaknya mendengar keluhan kami karena kami makhlukMu, tapi kami pun hambaMu yang semestinya banyak mengucap syukur atas segala kehidupan yang telah Engkau berikan.
Wahai Tuhan yang Maha Pemurah, apakah kebaikan itu begitu murah hingga kami harus selalu berbuat seperti itu. Jika demikian, mengapa kebaikan menjadi hal yang langka di saat manusia tahu bahwa hal itu bisa dia peroleh dari mana saja, lalu apakah aku saat ini mengeluh?
Tuhan yang Maha penuh kasih sayang, aku tahu dalam surat Sayang-Mu bahwa tak mesti ada nikmat yang aku dustakan dariMu. Aku sadar dalam hidupku yang hanya sedikit ibadah dan sedikit berbuat baik ini, aku tak akan mampu membayar sedikit saja nikmat melihat yang Engkau berikan, keindahan yang Engkau ciptakan untukku lihat, warna-warni alam raya yang saling isi. Namun aku hanya sadar akan hal itu, tidak bergerak, tanpa berbuat, tak bereaksi, hanya terpesona, hanya terlena, apakah kehidupan ini benar-benar ilusi? Kadang tanpa bisa dimengerti.
Tuhan, kadang aku bersandar pada batang pohon yang meneduhkanku dari panas terik matahari, dan seringkali terlalu pulas untuk bangun dan bangkit meninju udaranya, tapi begitu pula semangatku yang kadang bangkit setelah berteduh panjang dan disapu angin sepoi-sepoi. Apakah hal itu benar adanya atau seharusnya aku tetap berjalan mengharap teduh awan menyingkirkan terik matahari yang menyengat.
Tuhan, adakala manusia diliputi keputusasaan yang tumbuh dan terus tumbuh seiring waktu berjalan. Aku tahu sebagai manusia yang memiliki iman bahwa hal itu buruk karena ada Engkau yang selalu menyertai jalanku dalam setiap langkah ini. Namun sekali lagi, apakah aku mengeluh?
Tuhan, dunia kadang tidak bermartabat dalam menjatuhkan dan menerbangkan butir pasir sepertiku. Dan aku.. aku bukanlah sebuah nilai dari nilai-nilai yang berharga, ketika semua kubiarkan bukankah aku putus asa dan pasrah? Aku ingin menggenggam pasir namun aku hanya pasir dan itu hal yang mustahil dilakukan ketika pasir menggenggam pasir.
Tuhan, apa hidup yang harus kutakuti atau kematian yang mesti kutakuti? Karena kadang aku takut menghadapi keduanya atau bahkan lebih sering aku tak takut pada keduanya. Aku tahu intinya bahwa aku harus takut padaMu, tapi di sisi lain aku ingin mencintaiMu, bukan takut padaMu. Aku tahu, banyak hal yang kubuat bertele-tele, mungkin aku hanya bingung dengan keadaan, bisa saja aku memang bingung terhadap diriku sendiri dalam menempuh jalan ini.
Tuhan, saat mataku terpejam aku melihat gelap dan tak jarang yang kulihat tidak hanya gelap tapi bayangan-bayangan. Bayangan yang membuatku melayang entah pada kehidupan, pada diriku, pada orang lain atau pada alamMu. Kadang bayangan itu menuntun sering pula menuntut. Apa yang kupilih, apa yang mesti kulakukan, apa yang seharusnya terjadi, apa dan apa yang lain yang membebani diri.
Tuhan, orang sering bilang pendewasaan diri itu penting, namun seiring waktu yang kutahu bahwa anak-anaklah yang jujur, anak-anaklah yang ingin tahu dan antusias dalam mencari jawaban kehidupan yang Engkau anugrahkan, dan orang-orang dewasa itulah yang muak pada kehidupan, pada kesyukuran.
Tuhan, apakah aku mengeluh? Bukankah seharusnya aku bersyukur atas segala nikmat hidup yang Engkau berikan? Karena seperti yang Engkau firmankan bahwa tak ada yang mesti aku dustakan terhadap nikmatmu. Aku hanya perlu berjalan di atas bumi ini lalu lihat, dan lihat lagi hingga aku sadar bahwa dunia ini penuh hal yang mesti banyak kusyukuri.
Maka hamba mohon maaf Tuhan, seperti yang kubilang bahwa manusia hanya memiliki sedikit kosa kata untuk rasa syukur.
12 Selasa Apr 2016
Posted sajak, Uncategorized
inTuhan, aku ingin meminta petunjukMu. Aku ini hanya hambaMu yang tak mengetahui apa pun, namun kadang pertanda yang Kau berikan hanyalah sebuah pilihan yang mengingatkan bahwa Engkau tak akan merubah jika kami tak ingin berubah.
Tuhan, saat aku percaya bahwa ada kesinambungan antara hati yang lemah lembut dan pikiran terbuka yang bersih, menjawab rasa kezuhudan hamba-hambaMu. Namun masa depan terbentang penuh harap yang Engkau tanam di dada kami.
Tuhan, saat kehilangan yang sangat besar terjadi di kehidupanku, aku selalu percaya keadaan ini menuntun pada pendewasaan cepat yang Kau anugerahkan, tapi di sisi lain ini menjadi sakit yang begitu tertanam dan emosi yg terakumulasi karena aku rasa semua hal berubah pada saat yang tidak semestinya.
Tuhan, petunjukMu yang jelas memberi perintah tegas menjalani hidup yang membawa kami ke taman-taman nyaman. Namun kebebasan dariMu memberi kami peluang untuk setidaknya berkelit dan memasuki arah larangan dan menempuh jalan siksaan, dan kadang aku tak peduli atau takut terhadap hal itu.
Tuhan, aku mengimani apa yang telah Engkau firmankan untuk diimani dan aku telah menjalankan sebagian rukunku pada agama yang telah Engkau sempurnakan untuk kami. Namun kadang kecintaanku pada makhluk-makhlukMu membuat imanku dan tembok agamaku retak, tak terkecuali cinta terhadapMu yang sering terkikis karena faktor ini.
Tuhan, Engkau terjangkau karena aku berjalan menghampiriMu sedangkan Engkau berlari, ketika aku mendekat Engkau telah sedekat urat nadi. Bahkan aku yakin Engkau dekat sekali, tapi aku tetap tak bisa memikirkanMu karena Engkau begitu jauh tak terjangkau saat dipikirkan, dan banyak hal lain yang menyita pikiranku padaMu.
Tuhan, kadang aku begitu empati tapi kadang aku begitu apatis, karena aku percaya semua orang memilikiMu. Kadang begitu ingin memiliki hal duniawi dan kadang aku ingin melepaskan semua yang kumiliki, karena aku memilikiMu yang abadi dan takkan mengecewakan.
Tuhan, kadang aku begitu merindu panggilanmu dan kadang aku malas memenuhi panggilanmu karena aku percaya kasih sayangMu yang luas terhadapku.
Tuhan, kadang aku percaya semua ada di tanganMu namun kadang aku percaya semua ada di tanganku sendiri, karena aku tak tahu mana qodo atau qodar-Mu. Kadang aku merasa bebas tapi kadang aku merasa gelisah tentang apa hidupku di mataMu.
Tuhan, kadang aku percaya dengan Rahman-Mu aku akan dibawa pada taman indah tapi kadang aku ingin membiarkanMu membawaku pada tungku api yang menyala karena hal itu pasti baik untukku dan resiko yang kami ambil.
Tapi Tuhan, aku ingin tulus mencintai apakah dengan kesedihan atau kegembiraan yang Engkau ujikan terhadapku, semoga Engkau ingin mendekapnya dengan cintaMu dan mengasah ketumpulan-ketumpulan hati ini hingga aku bisa belajar terus dan terus mencintaiMu dan mencintai semua ciptaanMu karenaMu.
Tuhan, semua hilang, semua pergi, harapan sirna, masalah menerjang, aku bahagia, dunia kiamat.
Apakah aku dapat mencintaiMu tulus? Apakah menurutMu ini baik terhadapku? Jika demikian, aku harap Engkau menyingkirkan keraguanku dengan cintaMu. Dan biarkan aku mendapat apapun yang dengan kebersamaan kita, hal itu akan lebih mendekatkan cinta terhadap-Mu
05 Selasa Apr 2016
Posted Uncategorized
inTag
abel or zeck, from east to east, FROTEAST, Indonesia, Islam, Islam bukan teroris, opini, Sejarah, Sejarah kemerdekaan
Pada tahun 1916 Masehi, Oemar Said Tjokroaminoto atau yang lebih dikenal dengan HOS. Tjokroaminoto memimpin National Congres Centraal Sjarikat Islam Pertama. Maka setelah itu mulailah dikenal istilah Nasional, kata yang memiliki arti bersifat kebangsaan.
Nasionalisme adalah sebuah kata yang masih asing bagi Nusantara kala itu. Dari mulai datangnya agama Hindu – Budha yang berasimilasi di Nusantara, sejarah telah mencatat banyak sekali kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri. Kecuali kadatuan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit yang banyak menghimpun kerajaan-kerajaan di Nusantara, namun ketika keduanya runtuh kerajaan-kerajaan yang terhimpun menjadi tak terbendung dan mendeklarasikan lagi nama dan wilayah baru kerajaan mereka. Belum lagi ketika pergantian kekuasaan, perang saudara, perluasan wilayah kerajaan lain dan agama pun menjadi doktrin bagi kerajaan hingga banyak candi, pura, patung, arca yang diruntuhkan atau dibangun ulang oleh penguasa baru (dari berbagai sumber, pen).
Memang barangkali bukan hanya kerajaan-kerajaan yang membuat fakta sejarah simpang siur lewat perusakan bukti-bukti yang mungkin bisa menjadi sejarah saat ini. Namun kegemaran kita sendiri yang menyemu berbagai bukti. Sebagai contoh: Pada masa peralihan pemerintahan dari tangan penjajah ke tangan bangsa Indonesia yang memang melalui jalan terjal. Banyak bukti sejarah bahkan bangunan-bangunan strategis yang kita hancurkan. Atau ketika masa kejatuhan Orde Lama, pemerintahan baru saat itu menyiasati sejarah bahkan lebih buruk lagi membakar buku-buku dan memberendel baik itu dari dari kalangan ulama yang diduga radikal atau dari golongan yang disangka kiri. Lalu kini, kita pun seakan mendustai apa yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru.
Bagi Bangsa Indonesia, masa kerajaan adalah salah satu kekayaan sejarah yang dimiliki. Saling bertolak belakang namun saling berkesinambungan ibarat benci tapi cinta bagi berbagai wilayah kerajaan saat itu. Wilayah pertanian, peternakan dan perdagangan jalur laut menjadi penghubung bahkan ingin dikuasai mutlak oleh pelbagai pihak. Dan hubungan antara berbagai pihak itu sebagai gantinya melahirkan sebuah bahasa mayoritas di antara saudagar-saudagar tersebut, yaitu bahasa Melayu yang merupakan cikal-bakal bahasa Indonesia.
Lalu kapankah awal mula istilah Indonesia yang kemudian dikenal sebagai nama dari Negara kita ini muncul? Adalah Dr.Soekiman Wirjosandjojo yang mengubah Indische Vereniging menjadi Perhimpoenan Indonesia pada tahun 1925 Masehi. Kemudian beliau pun mengganti majalah Hindia Poetera menjadi Indonesia Merdeka.
Perlu diketahui bahwa Dr.Seokiman Wirjosandjojo aktif dipelbagai organisasi Islam kala itu, di antaranya Partai Sjarikat Islam Indonesia, Partai Islam Indonesia, dan Partai MASJOEMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia – MASYUMI, pen). Selain beliau, banyak pula orang-orang dari partai Islam bahkan ulama yang berjuang demi kemerdekaan Indonesia kala itu, pun beberapa dari mereka sebagai perumus Pancasila dan UUD 1945.
Setelah semua itu, mengapa Islam yang notabene adalah agama mayoritas dan berjasa besar atas tercapainya kemerdekaan menjadi terdiskreditkan dari bangsa Indonesia itu sendiri? Ini merupakan pertanyaan yang sulit jika kita hanya berkaca dari layar kaca. Tuan, Puan dan anda sekalian pasti mengerti dewasa ini banyak berita mengenai teroris yang sangkanya melulu identik dengan Islam. Kita tak bisa membela atau menuduh sesuatu hal yang tidak kita ketahui kebenarannya, apakah itu Islam atau siasat untuk menjatuhkan Islam? Saya di sini berbicara sebagai pribadi yang resah, selepas beragam hal menimpa agama yang saya yakini.
Ada beberapa pertanyaan besar yang selalu menggelayuti pikiran selama ini. Terorisme berasal dari kata ‘teror’ yang berarti usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Lalu ‘isme’ merujuk pada kepercayaan dan penggunaan. Saat ini Negara mana yang tidak menjadi gentar dan ngeri dengan kekuatan perang Amerika? Ditambah kesaktian hak veto dalam meyakinkan suatu hal di hadapan Persatuan Bangsa Bangsa, belum lagi kekuatan media yang masuk dan beranak-pinak bahkan di negara-negara kecil. Ketika mendengungkan kata ‘basmi terorisme’ atau ‘hancurkan senjata pemusnah massal’, hampir semua negara mengamini mereka. Sebagaimana mereka menyerang Irak yang dikatakan memiliki senjata pemusnah massal? Lalu apa kabar senjata tersebut? Tidak ada atau telah dikuasai mereka? Dan ketika mereka menyerang Afganistan dengan alasan agar tak diserang Taliban. Bukankah mereka Negara digdaya dengan kekuatan militer hebat, bahkan dalam perang? Semudah itukah diserang? Mirisnya, itu semua dilakukan pada negara-negara Islam.
Dan anehnya lagi, kita diam. Sebagaimana dengan yang terjadi di Palestina yang terus dirongrong Israel. Mereka yang mencaplok itu terus terlindungi. Malah tak tersemat pada mereka kata ‘terorisme’ apalagi ‘penjajah’. Kita tetap diam.
Kita sebetulnya pasti mengerti yang ‘hak’ dan ‘batil’. Bukankah Islam adalah agama Rahmatan lil alamin ‘rahmat bagi seluruh alam’. Berbelas kasih terutama bagi saudara kita sendiri. Ah, bahkan Islam mengatur agar kita adil dalam berdagang, pada para petani, peternak, nelayan, agar mereka mendapat hak semestinya, seperti dalam Firman-Nya, “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (Q.S. Ar-Rahman:9). Sudah semestinya kita pun menyikapi banyak masalah dengan adil, tidak terbawa stigma, seperti sering ada dalam ayat-ayat bahwa dunia ini terbuka jelas bukan hanya bagi orang muslim namun bagi orang yang berakal, berpikir, mengerti, paham. Sering pula kita berdoa Robbi zidni ilman warzukni fahman ‘Ya Robbi, berilah kami ilmu dan anugrahkan kami pemahaman’.
Semoga kita selalu berbagi kasih, berhati bersih, berpikir jernih. Wallohu a’lam bishawab.
Salam
A o Z
29 Selasa Mar 2016
Posted Uncategorized
inBerawal dari obrolan di kedai kopi milik wartawan senior kota Sukabumi, C’Kopi Gaud. Sebut saja om Aves (bukan nama samaran dari wartawan ini). Yang ternyata punya penerbitan juga. CV.Elang Mulia Sejahtera, nama penerbitannya. Ketika itu kami asyik mengobrol tentang potensi ebook yang belakangan sedang marak berkembang d Indonesia ini.
Sore itu kami juga mendiskusikan tentang media cetak yang banyak mengeluarkan versi digital mereka (eMagazine atau eNewspaper). Dan saya berinisiatif menunjukan Wayangforce dan Scoop yang saya anggap sebagai toko buku digitalnya. Obrolan kami yang diisi oleh lebih banyak pertanyaan saya seputar manajemen dan etika media massa (yang sedang gila belakangan ini), yang ternyata disambut oleh ketertarikan beliau dalam menerbitkan dalam format digital. Om Aves Langsung menelepon satu lagi temannya yang wartawan senior juga dan staff di penerbitannya.
Sebut saja om Budi (masih bukan nama samaran). Beliau meminta saya menemuinya keesokan siang di C’Kopi Gaud, untuk mendiskusikan tentang buku ‘Meniti Hari Mendaki Bukit’ karangan Erna Garnasih, yang diterbitkan oleh CV.Elang Mulia Sejahtera. Mereka berdua tertarik untuk mendistribusikan buku dalam versi ebook.
Karena From East to East sudah mendapatkan akses ke Wayangforce dan Scoop untuk mendistribusikan buku dalam format ebook. Maka saya sebagai PIC dari distribusi ebook From East to East, diminta untuk mengurus pendistribusian buku ‘Meniti Hari Mendaki Bukit.’ Lewat From East to East sebagai distributornya.
Tentu saja saya setuju, dengan permintaan dua om-om itu. Mungkin di masa mendatang From East to East bakalan menjadi calo ebook? Entahlah, sepertinya jalan masih panjang dan masih banyak terbuka kesempatan untuk From East to East berkembang.
Sebenarnya saya Cuma kepengen dapet modal nikah saja dari sini. Tapi sepertinya jalan Ebook ini bukan jalan tercepat mendapatkan modal nikah. Tapi mengingat era sekarang tampak seperti era transisi cetak ke digital, mungkin 5 tahun mendatang menjual ebook adalah jalan yang enak dalam mendapatkan modal nikah. Walaupun bakalan terasa jauh, jauh, jauh lebih lama….dari masa sekarang. Hah.
Tapi kelihatannya memang bakalan jauh lebih banyak buku yang diterbitkan dalam format ebook. Setidaknya melengkapi edisi cetaknya. Mungkin 5 tahun mendatang menerbitkan buku dalam format ebook adalah sesuatu yang mainstream. Entahlah siapa tahu?
Kemudian untuk saya pribadi, mungkin 5 tahun terlalu lama juga untuk mendapatkan modal nikah. Tapi kalau saya sukses kawin duluan sebelum 5 tahun mendatang, mungkin jalan ebook adalah hal yang tepat untuk membiayai keluarga, agar mapan. Yah, semoga saja.
Siapa tahu ada kesempatan di masa mendatang untuk bisnis percetakan (besar maupun kecil) dan penulis indie menjadi lebih mapan? Untuk jadi lebih berkembang. Tapi memang masih banyak waktu dan jalan yang belum kelihatan. Jadi, mari membuka mata, hati dan telingan untuk setiap kesempatan yang datang.
Sampai berjumpa di artikel lainnya.
mbeb
23 Rabu Mar 2016
Posted Uncategorized
inBanyak yang saya pikirkan sebagai seorang editor, manajer, marketing dan direktur dari penerbitan kecil ini. Momok paling besar mungkin bukan di channel pasar. Tapi sebetulnya di minat baca yang begitu rendah di masyarakat kita. Seorang penulis selalu dibilang sukses jika bukunya diangkat ke layar lebar atau layar kaca. Pendapatan terbesar kedua datangnya dari workshop atau seminar.
Nah sekarang kami di froteast memutuskan untuk bergerak di penerbitan ebook. Memang pasarnya belum seluas buku cetak. Tapi karena gratis pembuatannya dan pemasarannya yang cocok di dunia digital saja (untuk saat ini), untuk froteast, sekarang ini yang paling memungkinkan.
Tapi mungkin tantangan terbesar saya dan mungkin teman-teman penerbitan yang lain juga, adalah meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Bukan saja angka buta huruf yang rendah. Mereka yang sudah sekolah bahkan kuliah. Kebanyakan sampai saat ini termasuk masih terpaksa membaca. Begitu saya melihat kenyataan teman-teman saya di Bandung dulu.
Masalahnya ketika pengetahuan itu terbatas, ketika suatu ketidakadilan terjadi terkadang kita tidak memiliki kekuatan pada saat memutuskan untuk melawan atau di kondisi yang lebih umum lagi kesempatan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik lagi malah jadi tertutup karena pengetahuan kita yang terbatas, sehingga bingung caranya untuk maju seperti apa.
Mungkin jika sudah dewasa sulit juga untuk membuat seseorang suka membaca. Tapi ketika kita ingin mendidik anak-anak. Yang harus diawali adalah ketika saat kita membaca juga di hadapan mereka. Anak yang rajin mengaji dipengaruhi oleh orang tua yang rajin mengaji juga. Tapi ketika orang tuanya malas membaca, anak-anak pun jarang yang tertarik untuk membaca.
Makanya saya pikir mari budayakan membaca, bukan Cuma menyuruh saja. Semoga dengan begitu akan tercipta generasi yang semakin baik akalnya juga budi perketinya juga. Semua ini langkah kecil untuk Indonesia yang lebih baik.
Zaki