‘perhau kertas’ oleh Dee

maaf bukan sebuah cespen yang diharapkan oleh saudara sekalian. Ini merupakan hasil perenungan tentang eksistensi grup yang tidak jelas ini hahaha. Sebetulnya kami ini inginnya jadi penerbitan mainstream. Tapi karena pendanaan dan koneksi yang minim, jadilah kami ini komunitas, penerbitan (bisa bikin ISBN di sini lho) sekaligus konsultan jadi-jadian untuk pembuatan cerita.

Bernggotakan 3 penulis 2 orang editor yang merangkap sebagai marketeer dan litbang. Juga seorang ilustrator yang pekerjaannya baru membuat 1 cover buku hahahaha. Memang grup ini kecil, hampir tidak ada pemasukan dan minim pendanaan. Tapi kami juga grup elite kecil yang berpotensi besar, semoga saja (aku berdoa hal ini menjadi kenyataan setiap harinya bahahaha).

Melihat perkembangan industri yang didasarkan pada cerita (novel, teenlit, komik, animasi dsb) di sini, di Indonesia. Medan industri-industri ini mulai berubah seiring dengan perkembanan teknologi juga. Begitu juga dengan pembuatan cerita. Makin hari makin harus unik sebuah cerita itu. makin harus dibikin penasaran juga (calon-calon) pembaca itu.

Begitu juga dengan jumlah penulis yang makin banyak. Setiap hari mungkin beberapa buku baru terbit di Indonesia. Sayangnya entah karena kampanye marketing yang tidak tepat sasaran atau karena tidak ada promo sama sekali, selain penulis yang sudah punya nama besar, sedikit sekali yang kita tahu tentang penulis generasi baru ini.

Begitu juga dengan industri komik lokal yang sedang bangkit juga. Terkadang Maraknya komik impor yang bercokol di toko buku seperti Gramedia, Togamas, atau gunung Agung, menghalangi tumbuh kembangnya karya-karya komik lokal kita. Tapi apa boleh buat ini tantangan di zaman kita sekarang.

Bukannya kami di From East to East anti dengan karya luar, tidak sama sekali. Tapi kami di sini tidak ingin merendahkan Pramoedya Ananta Toer dibanding Paulo Coelho. Begitu juga dengan penulis mana pun. Karena cerita bagus bisa datang dari mana saja, entah dari negeri yang katanya sudah maju atau negeri yang dianggap terbelakang. Menulis cerita itu karya individual, bukan karya negara. Baik cerita lokal maupun cerita luar, Kami menilai dengan standar yang sama.

Banyak sekali cerita bagus diluar sana. Dengan mudahnya kita temukan penulis baru dari luar Indonesia, kasus yang saya ingat adalah Jonathan Stroud dengan bukunya Bartimeaus :the Amulet of Samarkand. Yang terbit di Indonesia Sekitar tahun 2007. Promosi yang dilakukan gencar oleh gramedia sebagai pemegang hak cetak dan menerjemahkan buku ini di Indonesia gencar dilakukan. Hingga dalam jangka waktu 4 tahun imej the Bartimeaus trilogy mengukuhkan sebagai novel fantasi yang populer di Indonesia.

Tapi bagaimana dengan novelis lokal kita? Ada rasa kebangkitan semangat baca lokal ketika buku pertama dari tetralogi Laskar Pelangi oleh Andrea Hirata ini terbit. Terbit tahun 2008 ‘Laskar Pelangi’ butuh beberapa tahun juga untuk mengukuhkan dirinya sebagai salah satu novel paling populer di Indonesia. Disusul juga oleh ‘ayat-ayat cinta’ oleh Habiburrahman El-Shirazy, disusul oleh ‘Negeri 5 menara’. Belum Lagi ada Dee dengan ‘Perahu Kertasnya’ Dan seterusnya.

Penulis Indonesia mulai mendapatkan tempat mereka di pembaca Indonesia. Kita disuguhi banyak pilihan bacaan. Tapi sayangnya baru segelintir penulis yang populer. Entah ini karena banyak juga karya penulis kita yang kurang matang atau memang karena kurang memiliki kampanye marketing dan promosi yang mumpuni.

Untuk itu kami mencoba menyajikan Opini, resensi, review atau sekedar dalam pengalaman membaca buku-buku yang sudah kami baca. Kami juga mencoba mulai menggeser fokus untuk membaca buku lokal dari penulis baru kita. Tapi bakal ada juga yang lama. Dengan harapan bisa menyuguhkan rekomendasi bacaan untuk kalian.

Kami tidak akan menjelek-jelekan atau menyanjung secara berlebihan buku yang kami sudah baca. Kami hanya akan bilang secara apa adanya. Semoga tulisan kami ini jadi referensi dalam mendukung tumbuh kembangnya perkembangan industri cerita lokal Indonesia.

selamat membaca!!!