Tag

, , , , , , , ,

Puja-puji, segala kebaikan, segala keberkahan, segala kasih sayang dituturkan kadang dalam ucapan yang tak terwakilkan, karena kita manusia yang penuh keterbatasan.

Tuhan, banyak kata manusia untuk mewakili perasaannya ketika mereka mengeluh, namun sedikit kata yang manusia miliki ketika syukur. Apa menurutMu manusia banyak mengeluh? Aku yakin Engkau pun tidak keberatan untuk setidaknya mendengar keluhan kami karena kami makhlukMu, tapi kami pun hambaMu yang semestinya banyak mengucap syukur atas segala kehidupan yang telah Engkau berikan.

Wahai Tuhan yang Maha Pemurah, apakah kebaikan itu begitu murah hingga kami harus selalu berbuat seperti itu. Jika demikian, mengapa kebaikan menjadi hal yang langka di saat manusia tahu bahwa hal itu bisa dia peroleh dari mana saja, lalu apakah aku saat ini mengeluh?

Tuhan yang Maha penuh kasih sayang, aku tahu dalam surat Sayang-Mu bahwa tak mesti ada nikmat yang aku dustakan dariMu. Aku sadar dalam hidupku yang hanya sedikit ibadah dan sedikit berbuat baik ini, aku tak akan mampu membayar sedikit saja nikmat melihat yang Engkau berikan, keindahan yang Engkau ciptakan untukku lihat, warna-warni alam raya yang saling isi. Namun aku hanya sadar akan hal itu, tidak bergerak, tanpa berbuat, tak bereaksi, hanya terpesona, hanya terlena, apakah kehidupan ini benar-benar ilusi? Kadang tanpa bisa dimengerti.

Tuhan, kadang aku bersandar pada batang pohon yang meneduhkanku dari panas terik matahari, dan seringkali terlalu pulas untuk bangun dan bangkit meninju udaranya, tapi begitu pula semangatku yang kadang bangkit setelah berteduh panjang dan disapu angin sepoi-sepoi. Apakah hal itu benar adanya atau seharusnya aku tetap berjalan mengharap teduh awan menyingkirkan terik matahari yang menyengat.

Tuhan, adakala manusia diliputi keputusasaan yang tumbuh dan terus tumbuh seiring waktu berjalan. Aku tahu sebagai manusia yang memiliki iman bahwa hal itu buruk karena ada Engkau yang selalu menyertai jalanku dalam setiap langkah ini. Namun sekali lagi, apakah aku mengeluh?

Tuhan, dunia kadang tidak bermartabat dalam menjatuhkan dan menerbangkan butir pasir sepertiku. Dan aku.. aku bukanlah sebuah nilai dari nilai-nilai yang berharga, ketika semua kubiarkan bukankah aku putus asa dan pasrah? Aku ingin menggenggam pasir namun aku hanya pasir dan itu hal yang mustahil dilakukan ketika pasir menggenggam pasir.

Tuhan, apa hidup yang harus kutakuti atau kematian yang mesti kutakuti? Karena kadang aku takut menghadapi keduanya atau bahkan lebih sering aku tak takut pada keduanya. Aku tahu intinya bahwa aku harus takut padaMu, tapi di sisi lain aku ingin mencintaiMu, bukan takut padaMu. Aku tahu, banyak hal yang kubuat bertele-tele, mungkin aku hanya bingung dengan keadaan, bisa saja aku memang bingung terhadap diriku sendiri dalam menempuh jalan ini.

Tuhan, saat mataku terpejam aku melihat gelap dan tak jarang yang kulihat tidak hanya gelap tapi bayangan-bayangan. Bayangan yang membuatku melayang entah pada kehidupan, pada diriku, pada orang lain atau pada alamMu. Kadang bayangan itu menuntun sering pula menuntut. Apa yang kupilih, apa yang mesti kulakukan, apa yang seharusnya terjadi, apa dan apa yang lain yang membebani diri.

Tuhan, orang sering bilang pendewasaan diri itu penting, namun seiring waktu yang kutahu bahwa anak-anaklah yang jujur, anak-anaklah yang ingin tahu dan antusias dalam mencari jawaban kehidupan yang Engkau anugrahkan, dan orang-orang dewasa itulah yang muak pada kehidupan, pada kesyukuran.

Tuhan, apakah aku mengeluh? Bukankah seharusnya aku bersyukur atas segala nikmat hidup yang Engkau berikan? Karena seperti yang Engkau firmankan bahwa tak ada yang mesti aku dustakan terhadap nikmatmu. Aku hanya perlu berjalan di atas bumi ini lalu lihat, dan lihat lagi hingga aku sadar bahwa dunia ini penuh hal yang mesti banyak kusyukuri.

Maka hamba mohon maaf Tuhan, seperti yang kubilang bahwa manusia hanya memiliki sedikit kosa kata untuk rasa syukur.