Banyak yang saya pikirkan sebagai seorang editor, manajer, marketing dan direktur dari penerbitan kecil ini. Momok paling besar mungkin bukan di channel pasar. Tapi sebetulnya di minat baca yang begitu rendah di masyarakat kita. Seorang penulis selalu dibilang sukses jika bukunya diangkat ke layar lebar atau layar kaca. Pendapatan terbesar kedua datangnya dari workshop atau seminar.
Nah sekarang kami di froteast memutuskan untuk bergerak di penerbitan ebook. Memang pasarnya belum seluas buku cetak. Tapi karena gratis pembuatannya dan pemasarannya yang cocok di dunia digital saja (untuk saat ini), untuk froteast, sekarang ini yang paling memungkinkan.
Tapi mungkin tantangan terbesar saya dan mungkin teman-teman penerbitan yang lain juga, adalah meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Bukan saja angka buta huruf yang rendah. Mereka yang sudah sekolah bahkan kuliah. Kebanyakan sampai saat ini termasuk masih terpaksa membaca. Begitu saya melihat kenyataan teman-teman saya di Bandung dulu.
Masalahnya ketika pengetahuan itu terbatas, ketika suatu ketidakadilan terjadi terkadang kita tidak memiliki kekuatan pada saat memutuskan untuk melawan atau di kondisi yang lebih umum lagi kesempatan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik lagi malah jadi tertutup karena pengetahuan kita yang terbatas, sehingga bingung caranya untuk maju seperti apa.
Mungkin jika sudah dewasa sulit juga untuk membuat seseorang suka membaca. Tapi ketika kita ingin mendidik anak-anak. Yang harus diawali adalah ketika saat kita membaca juga di hadapan mereka. Anak yang rajin mengaji dipengaruhi oleh orang tua yang rajin mengaji juga. Tapi ketika orang tuanya malas membaca, anak-anak pun jarang yang tertarik untuk membaca.
Makanya saya pikir mari budayakan membaca, bukan Cuma menyuruh saja. Semoga dengan begitu akan tercipta generasi yang semakin baik akalnya juga budi perketinya juga. Semua ini langkah kecil untuk Indonesia yang lebih baik.
Zaki